Jumat, 12 Juni 2009

TRANFORMASI PONDOK PESANTREN SALAF KE MODERN

Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sudah cukup tua di Indonesia। Karena keberadaannya sudah didapati sejak zaman kolonial Belanda, dan pondok pesantren merupakan hasil dari kebudayaan bangsa Indonesia sendiri.
Pondok pesantren yang dahulu dikenal hanya mepelajari ilmu-ilmu keislaman klasik, dengan nuansa yang sederhana bahkan sering diidentikan dengan pedesaan tidak sepenuhnya benar. Hal ini dijelaskan dalam bukunya Nurcholish Madjid, ia menulis:
Dari segi sikap terhadap tradisi pesantren di bedakan kepada jenis pesantren salafi dan khalafi. Jenis salafi merupakan jenis pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Di pesantren ini pengajaran pengetahuan umum tidak diberikan. Tradisi masa lalu sangat di pertahankan. Pemakaian sistem madrasah hanya untuk memudahkan sistem sorogan seperti yang dilakukan di lembaga-lembaga pengajaran bentuk lama. Pada umumnya pesantren dalam bentuk inilah yang menggunakan sistem sorogan dan weton.[1]
Pesantren khalafi tampaknya menerima hal-hal baru yang dinilai baik di samping tetap mempertahankan tradisi lama yang baik, pesantren sejenis ini mengajarkan pelajaran umum di madrasah dengan sistim klasikal dan membuka sekolah sekolah umum di lingkungan pesantren. Tetapi pengajaran kitab Islam klasik masih tetap dipertahankan. Pesantren dalam bentuk ini di klasifikasikan sebagai pesantren modern dimana tradisi salaf ditinggalkan sama sekali.[2]
Pada dasarnya apabila dilihat dari kutipan buku yang ditulis oleh Nurcholish Madjid di atas, pondok pesantren awalnya hanyalah satu yaitu salaf, tetapi seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi[3] ada dari sebagian pondok pesantren salaf merasa perlu untuk mengubah sistim pendidikannya agar lebih fleksibel dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, pada akhirnya terbentuklah pondok pesantren modern.
Pondok pesantren modern lebih berkembang dalam bidang ilmu-ilmu umum ketimbang pondok pesantren salaf karena pondok pesantren modern mengembangkan ilmu-ilmu baru seperti fisika, kimia, biologi dan sebagainya yang tidak dipelajari di pondok pesantren salaf, dan sistim yang digunakan pun menggunakan sistim modern, dalam hal ini menggunakan sistim yang biasa digunakan sekolah-sekolah umum seperti SMP, SMU dan sebagainya, sebagai contoh akan dijelaskan pada paragraf berikutnya. Dan apabila sistim klasik sudah tidak relevan lagi untuk dipakai maka akan dibuang.[4]
Manajemen yang digunakan pondok pesantren modern tersistimatisasi dengan baik, entah itu dari pembangunan pesantren, kurikulum, bimbingan potensi santri sampai kepada pengelolaan keuangannya.[5] Dalam hal ini Nurcholis Madjid mengambil contoh pondok modern Gontor yang merupakan pondok pesantren modern tertua di Indonesia yang didirikan pada tahun 1226 M. di Ponorogo.[6] Gontor mempunyai banyak cabang di seluruh Indonesia dan alumninya pun sudah banyak yang sukses dan menyebar kemana-mana bahkan sampai keluar negri dan ini tidak terlepas dari sistim atau manajemen kelembagaan yang dipakai oleh Gontor sendiri yaitu Gontor mencoba untuk menghilangkan gambaran bahwa pondok pesantren hanyalah dimiliki oleh satu orang saja yaitu kyai, dan ia mempunyai hak paten atas pondok pesantren serta segala macam keputusan yang berhubungan dengan pondok pesantren harus berasal dari kyai. Gontor mencoba mengubah hal di atas dengan cara menghibahkan pondok kepada panitia musyawarah sehingga kedudukan pesantren tidak lagi dikuasai oleh kyai tetapi seluruh penghuni pondok dan masyarakat umum. Serta yang bertugas untuk mengangkat kyai adalah panitia musyawarah sehingga yang membuat keputusan tidak hanya dari kiyai saja melainkan panitia musyawarah, penghuni pondok serta masyarakat umum. Lululsan Gontor sama dengan lulusan dari sekolah umum seperti SMP atau SMU. Sehingga lulusan gontor bisa meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi dan Gontor pun telah bekerja sama dengan perguruan tinggi Al-Azhar di Mesir dan lulusannya dapat meneruskan ke perguruan tinggi tersebut.
Bila ditinjau ulang siapa yang menerapkan sistim modern dan dari mana sistim itu diambil, karena berdasarkan sejarah yang diketahui yang mempunyai sistim modern dan pelajaran umum di zaman kolonial hanyalah Belanda. Apakah Gontor mengadopsi sistim Belanda.? Ternyata tidak, begitu kata kyai Syukri Zarkasy. Karena sistim yang ia gunakan berasal dari pengalaman beliau mondok di pondok pesantren Thawalib dan pengalaman beliau bertanya kepada orang Arab dan Mesir tentang pendidikan. Lalu beliau mencoba menerapkan modernisasi sistim kelembagaan Islam melalui pesantren.[7]

Oleh: aan


[1] Nurcholish Madjid, Modernisasi Pesantren (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 70.
[2] Ibid, h. 71
[3] Pada zaman kolonial hanya Belanda yang mengembangkan ilmu-ilmu umum.
[4] Amin Haedari, Transformasi Pesantren (Pengembangan Aspek Pendidikan, Keagamaan dan Sosial)(Jakarta: Lekdis & Media Nusantara), h. 11.
[5] Suthon Masyhud dan Moh. Kusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren (Jakarata: DIVA PUSTAKA, 2005), h. vii-x.
[6] Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005). h. 9.
[7] Ibid, h. 11.